Dear #7

Dear Antares,
Waktu kembali pada tempatnya. Kali ini kita tidak lagi memandang galaksi seperti sebelumnya. Cukupkah kita hanya dengan memahami dunia masing-masing? Rasanya baru kemarin andromeda memancarkan gelombang cahaya yang kita saksikan bersama. Ah ya, kristal-kristal itu kini telah merangkai diri. Sebelum kita bisa menyentuh dan merangkainya bersama.  Mereka bertransformasi. Layaknya partikel-partikel penyusun molekul yang saling membentuk kehidupan.



Dear #6


Dear Antares,
Aku menulisnya di sela-sela revolusi tata surya pada galaksi yang kita pijak saat ini. Kosmos yang aku temukan terlihat berbeda. Tahukah kamu, pada saat-saat ini, aku menemukan “kembali” ketenangan yang telah lama hilang. Entahah, mungkin sekitar dua waktu penuh revolusi bumi ini. Ternyata sejarah memang berulang, begitu bukan? Manusia tampaknya memang dirancang untuk selalu menemukan lagi kepingan yang pernah dilalui ataupun ditinggalkannya. Aku tidak tahu mengapa. Sejarah selalu memberikan pengalaman dan pengamatan. Sejarah juga memberikan kesadaran dan identifikasi pada setiap butir materi dan partikel yang melekat pada diri.

Dear Antares,
Langitku sunyi. Aku menyukainya. Namun bukan berarti sunyi yang hilang. Sunyi yang menenangkan. Apa yang aku lihat, nampaknya langit tak lagi sudi menampakkan lentik wajahnya padaku. Perlahan, jejaknya terasa menjauh. Benarkah ini dikarenakan fenomena yang mereka sebut-sebut dengan “globalisasi” atau “global warming” itu? Ah, siapa peduli. Mereka yang berteriak-teriak itupun masih menatap hampa harapan dibalik fenomena iu. Aku? Aku tidak peduli. Selama kosmosku masih dapat berputar dan menatap padaku, aku akan tetap berdiri.

Jalan Panjang Perdamaian Republik Demokratik Kongo

Berbicara mengenai konflik dalam hubungan internasional, konflik dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan aktornya. Pertama, intrastate conflict (konflik internal), kedua yaitu interstate conflict (konflik antar-negara). Disiplin ilmu hubungan internasional saat ini, banyak menyoroti terjadinya konflik-konflik internal di berbagai negara yang menjadi isu internasional. Salah satu konflik internal yang menjadi isu internasional dialami oleh Negara Republik Demokratik Kongo (RDK). Konflik internal yang terjadi dalam RDK berlangsung sejak tahun 1996 dan melibatkan banyak negara. Negara-negara tersebut diantaranya Rwanda, Angola, Namibia, dan Burundi. Hingga kini, konflik dalam RDK belum memiliki penyelesaian yang signifikan.


Konflik internal RDK, diawali pada dekade 1960an saat RDK baru saja memerdekakan diri dari Belgia. Kala itu, Presiden yang terpilih adalah Mobutu Sese Seko. Mobutu Sese Seko mengubah nama RDK menjadi Zaire, dan memerintah RDK selama tahun 1965-1996, sebelum akhirnya digulingkan oleh pemberontak. Selama memerintah, Mobutu Sese Seko banyak melakukan tindakan otoriter yang membuat masyarakat RDK resah. Penggulingan Mobutu Sese Seko ini dipimpin oleh Laurent Kabila. Laurent Kabila, dalam menyusun strategi penggulingan Mobutu, beraliansi dengan Rwanda dan Uganda. Aliansi Rwanda serta Uganda terhadap konflik RDK ini, tidak lain disebabkan oleh kepentingan untuk menguasai sumber daya RDK. Namun, pasca mengalami kemenangan, Laurent Kabila mengusir seluruh tentara Rwanda dan Uganda. Tindakan inilah yang menyebabkan berkobarnya Perang Afrika Tengah di tahun 1998.

Maybe Another Life


In another life,
Maybe we see everything,
In a different light,
Like an endless summer,
And in the years from now,
We'll all be living,
The same old certain dream,
That we imagined would be, 
Somewhere high,
Somewhere high above the clouds,
We could live there safe and sound,
Far away from where we are,
Yeah we'll find our star,
But maybe that's another world...


(Westlife-Another World)



In another world, maybe we can see each other,
Something that we can't see on each of us,
Because we're not born to be the same thing,
In another life, maybe I can find you like what I want to,
In another life, maybe you can find me like what you want to,
But it would just happen in another life,
We don't have enough sun to give us life,
Yes, there is only in another life,
Cause the last light of mine,
Has became my last hope,
And the only hope just goes by now.

Paska

Kilatan sebuah pelangi atas langit. Seorang anak manusia yang menunggu jingga terbenam matahari. Karena kita ini terpaut dalam wajah yang sama, hari yang sama, momen yang sama. Kelabu dan semu, itu yang dirasakan dahulu. Tidak benar ada sebuah peristiwa dimana kita tidak mengetahuinya. Karena kelopak mata telah sepanjang waktu menunggu terbenamnya matahari. Menggantikan siang yang lelah. Aku tahu kamu dahulu. Kamu tahu aku kini. Tergelak mematung. Berkicau pada diri sendiri. Meracau di sore hari. Mungkinkah akan hilang sebuah siluet yang pernah berjalan menyusuri lorong waktu?  Memeluk dan menggenggam impian dari sang guru. Kita menjadi pelangi, melebur dalam garis yang pasti. Kan ku kecup hujan untukmu. Kan ku tantang terik hari agar salamku tersampaikan padamu. Sebab bunga terakhir akan tetap berpijar meski ditelan waktu.

Sebanyak masa yang telah usang, sepanjang masa akan terkenang. Lantunan merdu pertanda hadirmu. Lantunan lagu, pertanda akan diriku. Menunggu di balik meja, mengintip lewat cermin. Sebab mata kita kan sulit tuk bertemu, apalagi berpadu. Takdir bukan jawaban untukmu dan bukan juga untukku. Hanya lewat bisu, cukup dengan membisu, jiwa kita akan bertemu. 

Dear #5

Dear Antares,
Aku tak mampu menemukanmu. Aku tak lagi melihatmu di balik berpendarnya cahaya malam dalam waktu-waktu ini. Aku tidak tahu, mungkin sudut penglihatanku kah yang salah. Atau mungkin karena aku tak lagi memiliki loteng tempat aku memandangmu dari kejauhan sana lagi. Aku pun tidak tahu, apakah engkau yang tidak ingin aku temukan lagi. Terakhir, aku tak lagi melihat cahaya merah menyala yang selalu engkau banggakan dulu. Aku tidak mampu menguraikan setiap pantulan cahaya yang sebelumnya dengan gagah engkau tunjukkan pada angkasa. Harusnya sudutmu tidak berubah. Harusnya engkau tidak hilang ditelan masa. Harusnya engkau tidak menghilang dari pandanganku. Atau harusnya aku yang tidak seharusnya mengatakan harus padamu?

Tentang Kita...


Aku memasukinya. Aromanya sangat khas, begitu kukenal. Setiap guratan di tubuhnya, setiap bekas yang pernah aku jejakkan, dan bukan hanya aku yang pernah melakukannya. Meskipun sekarang ia telah berbeda, ia tak lagi sama seperti dulu. Beberapa make up telah membuatnya terlihat lebih baik dan tidak seburuk dahulu. Namun aku masih hafal betul padanya. Bagaimana tidak? Ia adalah tempat pertama kali aku mendengar sebuah lantunan lagu yang diciptakan untuk menghadirkan kehangatan di rumah kita. Kemudian aku melihatnya. Seorang anak berumur 15 tahun. Duduk di bangku baris kedua, kolom kedua dari barat. Anak perempuan itu mengenakan pakaian sekolahnya yang berwarna abu-abu, dengan badge berwarna kuning di sebelah lengannya. Ia tersenyum setengah tertawa sembari memandangi papan tulis di hadapannya. Di papan tulis itu terdapat rangkaian kata yang akan mengalun merdu setelahnya. Aku memandang anak itu lagi. Aku ingat jelas, ia adalah aku. Aku empat tahun yang lalu. Di balik tembok berwarna hijau, dengan papan tulis putih di depan kelas ini yang menandakan bahwa ini adalah kelas X-C. Tetapi bukan ini kelasku, hari ini hanyalah menjadi hari dimana aku bertemu dengan teman-teman lain untuk mendengarkan sebuah lirik. Dan kini aku dapat melihat mereka, beberapa muncul satu per satu, di baris sana, di kolom sini, hingga kelas ini terisi hampir belasan orang. Lantunan lirik itu mengalun perlahan... Aku yang dulu, mereka, telah menghilang... Tetapi kudengar jelas lewat telingaku lagu itu...